UPACARA MITONI DI DESA JETAK
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Islam Budaya Jawa
Dosen Pengampu: Rikza Chamami, M.Si.

Disusun Oleh:
Dita Siti Barokah (133511065)
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SEMARANG
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
segala rasa syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya sehingga penelitian untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Islam
Budaya Jawa ini dapat berjalan dengan lancar.
Selama penelitian ini, peneliti mendapat banyak dukungan,
bantuan dan masukan dari berbagai pihak, sehingga dengan terselesainya laporan
penelitian ini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung dan memberikan banyak batuannya dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan penelitian ini, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang kontruktif. Dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak pada umumya dan bagi mahasiswa pada khususnya.
Semarang, 5 Desember 2015
Dita Siti Barokah
(133511065)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Adat istiadat atau tradisi merupakan suatu kebiasaan
yang turun temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi dan masih
dilakukan di masyarakat hingga masa sekarang. Tradisi tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia karena tradisi merupakan budaya hasil dari cipta, rasa,
dan karsa manusia, yang pada umumnya direalisasikan dalam bentuk
upacara-upacara adat.
Salah satu dari upacara di masyarakat Jawa adalah
upacara Mitoni bagi ibu hamil, salah
satu daerah yang masih mengadakan upacara Mitoni yaitu Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana asal-usul tradisi upacara Mitoni
di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar?
2. Bagaimana rangkaian tradisi upacara Mitoni
di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar?
3. Apa saja unsur yang harus ada dalam upacara
Mitoni berserta maknanya di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar?
4. Bagaimana upacara Mitoni dari sudut pandang
agama Islam?
C. Tujuan
Penelitian
1. Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
Islam Budaya Jawa
2. Untuk mengetahui sejarah adanya tradisi
upacara Mitoni di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
3. Untuk mengetahui rangkaian tradisi upacara Mitoni
di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
4. Untuk mengetahui unsur yang ada dalam upacara
Mitoni dan maknanya di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
5. Untuk mengetahui upacara Mitoni dari sudut
pandang agama Islam
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Tradisi
Pengertian
tradisi menurut para ahli secara garis besar adalah suatu budaya dan adat
istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi dan diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita tentu menginginkan para generasi
penerus tetap menjaga kelestarian peninggalan mereka. Peninggalan tersebut
dapat berupa materil dan non materil. Peninggalan materil contohnya adalah
lukisan, patung, dan arca. Sementara itu, peninggalan non materil berupa bahasa
atau dialek, upacara adat, dan norma.
B. Tradisi
upacara Mitoni
Upacara
mitoni merupakan salah satu upacara adat dari sekian banyak upacara-upacara
adat yang ada di Jawa. Kata mitoni berasal dari kata “am” (awalan am yang
menunjukkan kata kerja) ditambah kata “pitu” yang berarti suatu kegiatan yang
dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni merupakan suatu adat kebiasaan
atau suatu upacara adat yang dilakukan pada masa kehamilan seorang perempuan
yang menginjak bulan ke tujuh yang bertujuan agar embrio dalam kandungan dan
ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Upacara
mitoni pada hakikatnya merupakan upacara peralihan yang dipercaya sebagai
sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan
bahwa upacara-upacara itu merupakan pengahayatan dari unsur-unsur kepercayaan
lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan
Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar pada hari Rabu tanggal 9 Desember 2015.
B. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode wawancara atau survey di
lapangan. Langkah-langkah penelitian dapat uraikan sebagai berikut:
1. Menyiapkan daftar pertanyaan yang akan
digunakan dalam wawancara
2. Melakukan wawancara kepada para warga di
Desa Jetak, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
C. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini instrument sebagai alat pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik wawancara.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Tradisi Upacara Mitoni
Upacara mitoni merupakan salah satu dari keberagaman tradisi yang ada
di Jawa. Upacara mitoni adalah upacara tradisional
selamatan terhadap bayi yang masih dalam kandungan yang berumur tujuh bulan.
Sejarah tradisi ini berawal pada masa Prabu Jayabaya, waktu itu ada sepasang
suami istri bernama Niken Satingkeb dan Sadiya, mereka melahirkan anak sembilan
kali namun tidak satupun yang hidup karena selalu meninggal dalam usia dini. Berbagai usaha telah dilakukan, namun belum ada satupun
yang membuahkan hasil.
Kemudian
keduanya menghadap raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka (Jayabaya), mereka
disarankan agar menjalankan
bebrapa ritual. Namun sebagai syarat
pokok, mereka harus rajin menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa denga khusyu’,
dan senantiasa berbuat baik kepada sesama. Selain itu, mereka harus mensucikan diri dengan mandi
menggunakan air dari tujuh mata air yang berbeda.
Setelah
serangkaian ritual yang dianjurkan oleh Raja Jayabaya,
ternyata Allah mengabulkan permohonan mereka. Niken
Satingkeb dapat hamil dan anaknya yang
dilahirkan dapat bertahan hidup. Akhirnya sejak saat
itu apabila ada orang hamil apalagi hamil pertama dilakukan tingkeban atau
mitoni. Tradisi ini merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan.
B. Rangkaian
Kegiatan Tradisi Upacara Mitoni
Tradisi upacara mitoni yang dilakukan
masyarakat di desa Jetak kabupaten Karanganyar, ada beberapa ritual.
Ritual yang pertama adalah sungkeman.
Sungkeman dilakukan oleh istri kepada suami, dilanjutkan istri dan suami kepada
kedua orang tua dan besan.
Ritual yang kedua, yakni untuk ibu
hamil dan calon bapak dimandikan atau sering disebut siraman. Si ibu hamil dan calon
bapak dimandikan dengan air
dari tujuh
sumber mata air yang ditaburi bunga tujuh
rupa. Bunga tujuh rupa tersebut biasanya berupa bunga mawar dengan warna merah jambu,
merah, putih, dan kuning; bunga kenanga; dan
bunga kantil dengan warna
merah dan putih. Pemandian tersebut dilakukan
oleh kedua orang tua dari ibu hamil dan calon bapak, setelah itu diikuti oleh para sanak saudara. Jika saudara yang
hadir jumlahnya banyak maka setiap orang hanya mengguyurkan air satu
gayung, tapi jika saudara yang hadir hanya sedikit maka setiap orang
mengguyurkan air sebanyak tujuh gayung.
Ritual yang ketiga adalah upacara ganti jarik atau busana untuk
sang ibu hamil sebanyak tujuh kali dengan tujuh motif kain yang berbeda. Motif kain yang dipakai adalah motif kain
yang terbaik, dengan harapan agar kelak sang jabang bayi juga memiliki
kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain tersebut. Berikut tahapan-tahapannya:
1. Ibu hamil mengenakan kain dengan motif
wahyu tumurun, yang maksudnya agar mendapatkan ridho dari Tuhan.
2. Ibu hamil mengenakan kain bermotif
sidomulyo, yang maksudnya agar kelak sang jabang bayi mendapatkan kemuliaan
3. Ibu hamil mengenakan kain bermotif
sidoasih, yang maksudnya agar kelak sang anak mendapatkan kasih sayang orang
tua maupun sanak saudara
4. Ibu hamil mengenakan kain bermotif
sidoluhur, yang maksudnya agar sang anak menjadi orang yang berbudi luhur
5. Ibu hamil mengenakan kain bermotif
satriawibowo, yang maksudnya agar sang anak kelak menjadi orang yang berwibawa
6. Ibu hamil mengenakan kain berotif
sidodrajat, yang maksudnya agar sang anak mendapatkan pangkat dan drajat yang
baik.
7. Ibu hamil mengenakan kain bermotif
tumbarpecah dan kemben liwatan, yang maksudnya agar nanti saat prosespersalinan
berjalan dengan
Ritual yang keempat
adalah upacaran brojolan. Upacara
brojolan dilakukan dengan memasukkan dua buah kelapa gading muda yang telah
digambari tokoh pewayangan, yakni Raden Arjuna dan Dewi Sembadra kedalam kain
jarik yang dikenakan ibu hamil. Saat upacara brojolan, kelapa gading muda
dimasukan ke dalam jarik lurik yang dipakai ibu hamil dari atas oleh nenek
calon bayi dan dijatuhkan ke bawah diterima oleh nenek besan. Ketika kelapa
telah diterima oleh nenek besan, maka sang calon ibu mengucapkan “Laki-laki
ataupun perempuan tidak masalah. Jika laki-laki hendaknya tampan seperti Raden Arjuna dan jika
perempuan hendaknya cantik seperti Dewi Sembadra.” Brojolan kelapa tersebut dilakukan secara bergantian dengan
masing-masing kelapa dua kali brojolan.
Ritual yang terakhir
adalah pembacaan doa oleh sesepuh desa, yang dilanjutkan dengan pemotongan
tumpeng oleh ayah dari pihak laki-laki untuk dimakan bersama oleh calon ibu dan
calon ayah.
C. Unsur yang
Terkandung dalam Upacara Mitoni dan Maknanya
1. Tumpeng kuat
Tumpeng yang berjumlah tujuh, satu
diantaranya dibuat paling besar dan eman lainnya diletakkan mengelilingi
tumpeng besar. Bilangan tujuh melambangkan usia kehamilan, sedangkan makna
tumpeng kuat sebagai lambing agar bayi lahir dengan sehat dan orang tuanya
diberi kekuatan lahir dan batin.
2. Jenang abang dan jenang putih
Melambangkan benih laki-laki dan benih
perempuan yang bersatu dalam wujud janin yang akan lahir.
3. Sega gudangan
Melambangkan agar calon bayi selalu
dalam keadaan segar bugar.
4. Dua kelapa gading muda yang diberi gambar Raden
Arjuna dan Dewi Sembadra
Melambangkan agar kelak jika bayi yang
dilahirkan berjenis kelamin laki-laki maka akan setampan Raden Arjuna. Dan jika
bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan maka akan secantik Dewi
Sembadra.
5. Tujuh motif kain
Melambangkan kebaikan yang diharapkan
bagi ibu hamil dan bagi bayi yang akan dilahirkan.
D. Upacara
Mitoni dari Sudut Pandang Agama Islam
Upacara mitoni selain
dipandang sebagai suatu upacara adat atau tradisi di Jawa, upacara mitoni juga
sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama Islam, yakni permohonan
kepada Allah SWT dalam rangka keselamatan bagi calon bayi dan bagi si calon ibu
sendiri serta kebahagiaan bagi seluruh sanak keluarga.
Alasan mengapa diadakan upacara ketika kehamilan seorang perempuan memasuki bulan ke tujuh atau disebut
sebagai upacara mitoni adalah karena pada
usia kehamilan tersebut terjadi peniupan ruh ke janin, maka
diadakan slametan untuk meminta kepada Tuhan agar janin diberi keselamatan.
Saat upacara mitoni, diadakan pengajian. Para tamu yang datang membacakan Q.S Lukman, Q.S Yusuf, dan Q.S Maryam.
Agar kelak jika jabang bayi berjenis kelamin laki-laki bisa setampan Nabi Yusuf
dan Nabi Lukman. Dan jika jabang bayi berjenis kelamin perempuan maka bisa
secantik Siti Maryam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upacara adat mitoni merupakan
salah satu tradisi Jawa yang masih berkembang di desa Jetak kecamatan
Gondangrejo kabupaten Karanganyar. Upacara mitoni dilakukan pada kehamilan
seorang perempuan yang memasuki bulan ke tujuh, yang dikhususkan untuk
kehamilan pertama bagi perempuan. Tradisi
upacara mitoni yang ada pada saat ini merupakan salah satu wujud dari
akulturasi antara tradisi masyarakat Jawa dengan ajaan agama Islam. Semua
ritual pada upacara mitoni bertujuan untuk mendoakan agar jabang bayi dan ibu
selamat sampai proses kelahiran.
B. Saran
Demikian laporan penelitian yang dapat saya susun. Saya
menyadari dalam penulisan laporan ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan.
Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan guna
perbaikan laporan ini dan berikutnya. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat
bagi pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar